Strategi CIO Cisco Ubah Cara Kerja Pegawai IT di Era Generative AI

Kemajuan Generative AI membuat Cisco Systemsmemikirkan ulang alur kerja mereka. Bukan hanya untuk 10.000 tim IT Cisco, namun juga bagi sekitar 90.400 karyawan Cisco secara keseluruhan. Hal tersebut diungkap Fletcher Previn (CIO Cisco) menanggapi gelombang perkembangan teknologi GenAI yang disebut akan mengubah cara kerja organisasi di seluruh dunia.

Previn berkeyakinan, pendekatan paling tepat terkait GenAI adalah dengan mempertimbangkan masukan dari jajaran manajemen dan juga karyawan. “Ada dorongan dari karyawan untuk menggunakan berbagai tools AI, sementara ada juga dorongan dari atas untuk mengembangkan peran Gen AI. Keduanya seperti saling mencoba bertemu di tengah,” kata Previn yang telah menjabat sebagai CIO Cisco sejak 2021.

Sebagai CIO, Previn memanfaatkan GenAI untuk meningkatkan produktivitas tim IT-nya. Hal ini dilakukan dengan memberikan lebih banyak akses kepada para developer untuk memakai tools pemrograman berbasis AI seperti Cursor, Windsurf, dan GitHub Copilot. “Kami memantau penggunaan alat ini secara ketat dengan persentase kode yang benar-benar diterima oleh para pengembang,” katanya seperti dikutip Fortune.

Saat ini ada sekitar 70% dari 20.000 developer Cisco mengakses platform coding AI setidaknya sekali sebulan. Tingkat penerimaan kode AI berada di angka 24 persen. Meski terdengar kecil, angka itu melonjak jauh dari hanya 4 persen setahun lalu. “Perkembangan AI semakin membaik. Sekarang kami sudah mendukung lebih banyak bahasa pemrograman, dan developer pun makin nyaman menggunakannya,” ucapnya

Ke depan, Previn mengharapkan sekitar 70% kode Cisco bisa dihasilkan oleh AI.

GenAI untuk Karyawan Mendukung Kinerja

Untuk mendukung karyawan non-teknis, Cisco juga berinvestasi dalam aplikasi GenAI yang meningkatkan produktivitas. Misalnya, GenAI digunakan untuk proses onboarding karyawan baru supaya perusahaan bisa lebih akurat menentukan software atau alat kerja yang dibutuhkan. Contoh lain, AI membantu Cisco mengetahui kapan waktu terbaik untuk mengganti perangkat kerasnya. Biasanya perusahaan mengganti laptop tiap 2–4 tahun. Namun dengan AI, Cisco bisa mendeteksi performa memori, aplikasi, hingga telemetri jaringan, lalu membedakan mana masalah yang bisa diperbaiki tim IT dan mana perangkat yang memang harus diganti.

“Upgrade laptop memakan biaya sangat besar di perusahaan sebesar ini dan sebenarnya banyak karyawan sudah cukup puas dengan laptop mereka sekarang,” ucapnya.

Meski menyambut kehadiran GenAI, Cisco tetap berhati-hati dalam memilih tools yang akan digunakan. Previn mengakui, Cisco sering mendapat tawaran dari vendor SaaS untuk menambah fitur AI yang mahal. Namun Previn memilih untuk sangat selektif. “Kami bisa saja menggunakan semuanya tapi biayanya sangat mahal. Selain itu, banyaknya tools bisa menciptakan kebingungan pengalaman karyawan, mirip saat chatbot pertama kali muncul,” katanya.

Menengok ke depan, Previn memprediksi GenAI akan berkembang menuju dunia agent-to-agent, yaitu tenaga kerja digital yang bisa mengerjakan tugas mewakili manusia, bahkan secara otonom dan terkoordinasi. Alih-alih pegawai bertanya ke AI “Di mana link ke Workday?”, mereka cukup mengatakan “Saya cuti hari Jumat.” Kemudian, AI akan mengurus sisanya secara otomatis dengan memblokir kalender, membatalkan rapat, dan memasang pesan out of office.

Cisco bahkan telah mengembangkan AI internal yang membantu karyawan menemukan dan memahami informasi umum lebih cepat. AI internal ini mampu menyimpulkan maksud dan tujuan pengguna tanpa harus mereka pilih sendiri model bahasa atau klasifikasi data.

Sementara terkait tantangan, Previn menilai kecepatan inovasi AI menjadi kendala tersendiri. “Jika developer masih menggunakan model bahasa AI yang dirilis enam bulan lalu, maka semua software yang telah mereka buat juga sudah tertinggal enam bulan,” ujarnya.

Baca Juga