Di era digital-first saat ini, CIO dipandang sebagai penjaga gerbang inovasi. Namun inovasi hanya bisa terjadi jika didukung manajemen risiko (risk management) yang memadai. Sayangnya, banyak CIO yang mengartikan cyber security lebih kepada perlindungan aset; bukan pendorong lahirnya inovasi.
Karena itu, penting untuk terus mengingatkan para CIO: strategi cyber security harus selaras dengan tujuan bisnis.
Ketika penilaian risiko security dipisahkan dari tujuan bisnis, organisasi lebih rentan mengambil solusi yang kaku, tidak konsisten, atau justru menambah kompleksitas yang tidak perlu. Lebih buruk lagi, perusahaan bisa saja melewatkan perlindungan penting hanya karena aspek keamanan tidak dipertimbangkan sejak awal perencanaan.
Mengapa Penyelarasan Sangat Penting
Untuk mencapai hal tersebut, CIO harus melebarkan perspektifnya. Ketika bicara security, CIO tidak lagi hanya fokus pada pilar tradisional seperti CIA Triad (yaitu Confidentiality, Integrity, dan Availability). Para CIO perlu mengevaluasi risiko berdasarkan dampaknya terhadap pelanggan, kegiatan operasional, bahkan kewajiban kepada pihak ketiga. Keamanan tidak boleh dipandang sekadar fungsi kontrol, tetapi harus menjadi kapabilitas strategis yang membantu bisnis bergerak maju. Inilah yang disebut sebagai reasonable security.
Banyak kerangka regulasi, termasuk HIPAA, GLBA, dan berbagai undang-undang privasi di berbagai negara, yang menekankan pentingnya reasonable security. Artinya keamanan harus cukup kuat untuk melindungi, tetapi tidak boleh begitu kaku hingga menghambat bisnis. Karena itu, dibutuhkan risk assessments dan cost-benefit analyses yang mencakup semua kepentingan; tidak cuma bisnis semata.
Apabila reasonable security tidak diintegrasikan dalam pendekatan manajemen risiko, dampak insiden akan jauh lebih merugikan baik secara finansial, operasional, maupun hukum. Sebaliknya, mengintegrasikan risiko ke dalam pengambilan keputusan strategis sejak awal, organisasi dapat secara signifikan mengurangi kewajiban hukum sekaligus memastikan kelangsungan bisnis meski dalam tekanan.
Kesalahan Umum CIO
Sering kali, CIO hanya memandang manajemen risiko dari sisi alat, anggaran, atau kepatuhan (compliance). Pertanyaan yang muncul biasanya, “Software apa yang kita butuhkan?” alih-alih, “Apa yang sesuai dengan lingkungan kita dan bisa dipertanggungjawabkan jika diaudit?”
Manajemen risiko bukan hanya soal menerapkan kontrol, tetapi juga menentukan perlindungan apa yang paling tepat untuk model bisnis, regulasi, dan tingkat ancaman yang dihadapi perusahaan.
Selain itu, kebijakan perusahaan harus bisa dijelaskan secara meyakinkan kepada pimpinan eksekutif, dewan direksi, auditor, maupun regulator. CIO juga perlu berpikir jauh ke depan: Di mana posisi organisasi dalam 1, 3, atau 5 tahun mendatang? Karena ancaman akan terus berevolusi, maka perencanaan strategis TI juga harus mencakup perkembangan postur risiko.
Pendekatan modern menyediakan cara yang jelas dan dapat diulang untuk:
- Menilai risiko operasional dan teknis
- Menentukan prioritas tindakan,
- Membuat pengeluaran keamanan lebih terukur dan akuntabel.
Pada akhirnya, manajemen risiko harus dipandang sebagai enabler bisnis, bukan sekadar cost center. Ketika keamanan selaras dengan strategi, perusahaan dapat membangun kepercayaan, mendukung kepatuhan regulasi, dan memperkuat ketahanan operasional. CIO yang mengadopsi pendekatan ini bukan hanya akan melindungi organisasinya dari ancaman, tetapi juga memposisikan bisnis mereka untuk sukses jangka panjang.