GitLab: AI Jadi Prioritas Utama Dewan Direksi, Tapi Banyak Tantangan

Pimpinan perusahaan kini mulai menaruh perhatian lebih terhadap penggunaan AI di pengembangan software. Hal ini terlihat dari riset terbaru GitLab yang melibatkan 253 eksekutif level C seperti CEO, CTO, dan CIO di seluruh Inggris.

Ketika ditanya dampak pemanfaatan AI dalam pengembangan software, responden menyebut hasil positif. Sebanyak 53% menyebut manfaat dari peningkatan pendapatan, serta 54% di sisi peningkatan produktivitas developer. Selain itu, riset ini juga menemukan seorang developer bisa hemat waktu kerja sampai 417 jam berkat otomatisasi tugas rutin dengan AI. Jika dikaitkan dengan jumlah developer Inggris sekitar 465 ribu orang, potensi penghematan yang terjadi mencapai miliaran poundsterling.

Dengan kata lain, inovasi perangkat lunak tak lagi sekadar urusan teknis di departemen IT. Kini, AI sudah menjadi agenda penting di ruang rapat dewan direksi. Riset menemukan 89% eksekutif menyebut pengembangan software dengan AI sebagai inti strategi bisnis mereka. Bahkan 90% responden menyatakan dukungan penuh untuk inisiatif AI, dan 78% berani mengalokasikan lebih dari setengah anggaran IT untuk pengembangan software dengan AI.

Tantangan Adopsi AI

Namun, bukan berarti adopsi AI tanpa tantangan. Studi ini juga menyoroti isu keamanan yang jadi perhatian utama. Agen AI membawa risiko baru yang harus dikelola dengan cermat. Sebanyak 74% responden mengaku khawatir terhadap aspek keamanan. Sebagai langkah preventif, 57% perusahaan mulai menerapkan tata kelola khusus AI, termasuk audit independen dan kebijakan internal yang ketat.

Masa depan jelas sudah di depan mata. Sebanyak 86 persen eksekutif percaya bahwa agen AI bakal jadi standar industri dalam tiga tahun ke depan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan untuk mempercepat implementasi, tapi tetap menjaga keamanan dan tata kelola agar AI bisa berjalan tanpa menimbulkan masalah.

Menurut Louise Fellows (Vice President UK di GitLab), potensi dan tantangan implementasi AI ini menciptakan keseimbangan tersendiri. “Perusahaan yang sukses adalah yang mampu menggabungkan kecanggihan AI dengan keahlian manusia. Mereka dapat menggunakan agen AI secara tepat, menyelaraskan strategi perangkat lunak dengan nilai bisnis, dan membangun ‘pagar pembatas’ agar inovasi tetap bertanggung jawab,” ujar Louise.

Menariknya, meski AI berkembang pesat, kreativitas dan pandangan strategis manusia masih jadi kunci kesuksesan di balik layar. Saat ini, developer manusia masih memegang 75% pekerjaan, sementara AI berkontribusi 25 persen. Bahkan, 72 persen eksekutif berpendapat kontribusi manusia idealnya tetap minimal 50%. Ini menunjukkan AI seharusnya hadir sebagai pelengkap, bukan pengganti total developer.

Riset juga menantang anggapan lama kalau AI bakal menggantikan manusia sepenuhnya. Sebaliknya, pengembangan keterampilan jadi hal yang sangat penting. Sebanyak 89% eksekutif menekankan pentingnya pelatihan agar karyawan bisa berkolaborasi maksimal dengan AI. Emilio Salvador, Vice President Strategy and Developer Relations di GitLab, mengingatkan, “Ketika 86% eksekutif optimis agen AI jadi standar industri dalam tiga tahun, developer yang bisa berpikir sistematis dan mengatur alur kerja kolaborasi manusia-AI akan jadi pemain kunci.”

Lebih jauh lagi, peran developer di masa depan bakal berevolusi. Mereka tidak hanya jadi penulis kode, tapi juga orkestrator yang mengatur kerja sama manusia dan AI secara efisien.

Seperti kata Louise, “100 persen eksekutif yakin kontribusi manusia tetap krusial dalam pengembangan perangkat lunak. Kreativitas dan visi strategis manusia adalah input paling berharga,” tegasnya.

Baca Juga