Belanja Software Perusahaan Melejit, AI dan Cloud Jadi Pendorong Utama

Perusahaan riset Forrester memprediksi belanja perangkat lunak perusahaan (enterprise software) akan terus mengalami pertumbuhan dua digit hingga tahun 2029. Tak heran jika pendapatan perusahaan penyedia software rata-rata meningkat 11% pada kuartal pertama tahun ini.

Infrastruktur dan AI Jadi Pendorong Utama

Segmen infrastructure software menjadi motor utama pertumbuhan perusahaan dengan kenaikan 13,3% dalam empat tahun mendatang. Lonjakan itu didorong kebutuhan perusahaan untuk memperkuat layanan berbasis cloud, memperluas penggunaan alat keamanan siber, serta mengadopsi solusi kecerdasan buatan (AI). Sementara itu, pasar application software seperti manajemen operasi TI, ERP, hingga perangkat rantai pasok juga akan tumbuh, namun dengan laju lebih lambat, yaitu sekitar 9,5% selama periode yang sama.

Tak hanya itu, Forrester memproyeksikan layanan manajemen basis data juga akan menjadi penopang penting pertumbuhan pasar software. Hal itu sejalan dengan upaya perusahaan untuk menyiapkan fondasi dalam memanfaatkan teknologi Generative AI maupun agentic AI. Bahkan, Forrester memperkirakan belanja software AI governance siap pakai akan melonjak lebih dari empat kali lipat antara 2024 hingga 2030, mendekati angka 16 miliar dolar AS. Angka ini sekitar 7% pangsa pasar perangkat lunak.

Tekanan Ekonomi dan Perubahan Pola Belanja

Kenaikan pendapatan vendor mencerminkan peningkatan belanja perusahaan dan pengawasan ketat terhadap anggaran. Para eksekutif perusahaan kini lebih menuntut bukti nyata dari hasil investasi teknologi. Namun, ketidakpastian ekonomi turut memengaruhi lanskap ini. Pada awal tahun 2025, kebijakan tarif baru dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menambah risiko bagi vendor dan pelanggan sehingga memperumit perhitungan biaya dan manfaat investasi perangkat lunak.

Dalam situasi makro ekonomi yang menantang, penyedia perangkat lunak akan melakukan mengefisienkan jumlah tenaga kerja dan membantu pelanggan menghubungkan belanja perangkat lunak dengan hasil bisnis yang konkret, terutama pada solusi cloud dan AI generatif.

Bagi perusahaan pengguna, fokus sudah bergeser pada strategi optimalisasi biaya:

  1. Audit penggunaan perangkat lunak
  2. Konsolidasi alat
  3. Beralih ke alternatif open-source untuk mengurangi ketergantungan pada vendor besar dengan harga tinggi.

Forrester juga memperingatkan ketidakpastian ekonomi mendorong perusahaan mengubah pola konsumsi software. Banyak yang mulai meninggalkan solusi internal (homegrown tools) dan bergeser ke layanan cloud siap pakai. Model Software-as-a-Service (SaaS) dengan sistem berlangganan semakin dipilih ketimbang lisensi permanen, karena mampu menekan belanja modal (CapEx). Kontrak perpanjangan (renewal) antara vendor dan pelanggan bahkan dinilai menjadi peluang besar untuk mengoptimalkan biaya perangkat lunak tanpa mengurangi kemampuan perusahaan.

Pertumbuhan Melambat

Akan tetapi, laporan terbaru dari Tropic (perusahaan manajemen pengeluaran perusahaan), menunjukkan hasil sedikit berbeda. Belanja perusahaan untuk software pada paruh pertama tahun 2025 memang naik 15% dibanding periode yang sama tahun lalu, mencapai angka lebih dari 14 miliar dolar AS. Namun, kalau belanja kuartal dua ini turun 9% dibanding kuartal pertama.

Penurunan ini bertepatan dengan adanya kebijakan perdagangan baru dari pemerintahan Trump pada April lalu.

Russell Lester (Presiden sekaligus CFO Tropic) mengatakan penurunan itu disebabkan banyak perusahaan yang ragu untuk belanja baru dan memperpanjang kontrak kerjasama. “Banyak investasi perangkat lunak dalam beberapa tahun terakhir ini mulai kehilangan daya tariknya. Apalagi lagi, inovasi yang begitu cepat membuat pasar semakin padat dengan banyaknya solusi yang kini saling tumpang tindih dari sisi fitur dan fungsionalitas,” ujar Lester melalui email.

Lester juga menyoroti model lisensi berbasis pengguna atau per-seat yang terdampak ketika perusahaan mengurangi jumlah karyawan. Hal itu menjadi faktor tambahan yang menekan pertumbuhan belanja perangkat lunak. Menurut analisis Tropic, perusahaan yang menunda perpanjangan kontrak biasanya rugi. Kalau mulai negosiasi enam bulan sebelum kontrak habis, bisa hemat sampai 39%. Kalau baru mulai 60 hari sebelumnya, masih bisa hemat sekitar 22% tergantung vendornya.

Masih banyak pembeli yang terjebak dengan mengabaikan tahap negosiasi harga dan lebih fokus pada persyaratan teknis, integrasi, serta proses implementasi. “Strategi seperti ini justru menguntungkan vendor. Setiap perusahaan kini menghadapi tekanan margin, termasuk pemain besar perangkat lunak,” ujar Lester.

“Salah satu cara otomatis untuk memperbaiki margin adalah dengan menaikkan harga tahunan dan penghapusan diskon,” ucapnya.

Baca Juga