Bagaimana Startup AI Mendorong Pertumbuhan Bisnis Google Cloud ?

Google Cloud mendapat pelanggan baru, yaitu Lovable dan Windsurf. Kedua dua startup AI yang sedang naik daun ini memilih Google Cloud sebagai penyedia utama layanan cloud computing mereka.

Langkah itu meningkatkan posisi Google dalam persaingan melawan dua raksasa cloud yang lebih dominan: Amazon Web Services (AWS) dan Microsoft Azure. Prospeknya pun terbilang bagus, tercermin dari pertumbuhan bisnis cloud Google yang tercepat dibanding divisi lain. Dalam laporan pendapatan terakhir, Google mengungkapkan annual run rate (ARR) atau perkiraan pendapatan tahunan suatu bisnis berdasarkan performa pendapatan terkini Google Cloud mencapai USD50 miliar. Bahkan, CEO Google Cloud Thomas Kurian mengatakan Google Cloud telah mengamankan potensi pendapatan baru senilai USD58 miliar untuk dua tahun ke depan.

Sebagai perbandingan, tahun lalu layanan cloud Google membukukan pendapatan sekitar USD43,2 miliar .

AI Startup Jadi Motor Pertumbuhan

Kesuksesan Google Cloud sebagian besar didorong oleh kontrak dengan startup AI terkemuka. Divisi Google Cloud telah menggandeng 9 dari 10 laboratorium AI global terkemuka di dunia, termasuk Safe Superintelligence dan OpenAI serta 60 persen startup Generative AI di dunia.

Dalam setahun terakhir saja, jumlah startup AI baru yang memilih Google Cloud meningkat 20 persen. Lovable dan Windsurf yang baru-baru ini diakuisisi oleh Cognition memang masih membelanjakan biaya yang relatif kecil dibandingkan laboratorium AI besar atau perusahaan enterprise. Namun, Google melihat bergabungnya dua startup AI itu sebagai investasi jangka panjang karena akan berkembang pesat di masa depan.

Kedua startup “vibe-coding” itu menggunakan Gemini 2.5 Pro untuk menjalankan produk mereka di atas infrastruktur Google Cloud. Bahkan, Windsurf telah mengintegrasikan model Gemini ke dalam agen AI milik Cognition yang bernama Devin.

Tantangan Biaya AI, Peluang untuk Cloud

Meningkatnya bisnis cloud Google (dan penyedia cloud lain seperti Oracle) memang menjadi konsekuensi logis dari perkembangan layanan AI. Mengembangkan model AI memerlukan infrastruktur IT yang sangat besar. Penyedia layanan AI pun memilih untuk memanfaatkan layanan yang sudah ada dibanding membangun infrastruktur sendiri.

Tidak heran jika firma riset pasar Synergy Research memprediksi, pasar cloud global akan melampaui USD400 miliar pada 2025 dan tumbuh sekitar 20 persen per tahun selama lima tahun ke depan.

Akan tetapi, ada alasan tersendiri mengapa banyak startup AI memilih Google Cloud. Hal ini tidak lepas dari adalah tawaran insentif yang sangat menarik. Contohnya, startup AI memulai bisnis mereka melalui program Google for Startups Cloud Program yang memberikan kredit cloud senilai USD350.000. Selain itu, Google Cloud juga menyediakan klaster khusus GPU Nvidia bagi startup yang mengikuti program akselerator Y Combinator.

Dengan strategi itu, Google bukan hanya memperkuat posisinya di pasar cloud, tetapi juga membangun hubungan jangka panjang dengan generasi baru perusahaan AI yang berpotensi besar. Menarik untuk melihat bagaimana strategi Google Cloud tersebut akan membentuk persaingan pelaku industri cloud di masa depan.

Baca Juga