Agentic AI atau Agen AI diprediksi akan menjadi keunggulan kompetitif baru bagi perusahaan yang mampu mengimplementasikannya; termasuk di tugas sales atau penjualan.
Pasalnya, Agen AI tidak cuma dapat melakukan tugas rutin, tetapi juga mengantisipasi langkah selanjutnya. Mulai dari beradaptasi dengan perubahan pasar sampai memberikan layanan yang lebih personal. Yang tak kalah penting, agen AI memiliki kemampuan untuk terus belajar sehingga setiap interaksi dengan pelanggan akan membuatnya semakin baik.
Dengan mengintegrasikan agen AI ke dalam alur kerja, perusahaan seperti menciptakan replika sempurna dari tenaga penjual terbaiknya tetapi dalam bentuk digital yang tidak terbatas waktu maupun lokasi. Agen AI yang bekerja otonom itu dapat mencari prospek, memelihara hubungan, hingga menutup penjualan dengan melibatkan pelanggan melalui berbagai kanal.
Dari “Tell Me” ke “Do It for Me”
Penggunaan AI di tim penjualan sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnya, tim penjualan sudah memanfaatkan alat AI prediktif untuk meningkatkan produktivitas. Misalnya, AI dapat menyarankan langkah terbaik selanjutnya untuk prospek tertentu, apakah lebih baik menghubungi lewat telepon atau email, dan informasi apa yang berpotensi besar memicu penjualan. Namun, solusi agen AI melangkah lebih jauh. Alih-alih hanya memberi saran, agen AI dapat melaksanakan tugas tersebut secara otonom. Contoh penerapan agen AI di dunia pemasaran adalah pencarian dan pengelolaan prospek, perencanaan penjualan dan interaksi pelanggan dan retensi pelanggan dan pertumbuhan.
Berikut ulasannya seperti dikutip dari Business Harvard Review:
Pencarian dan Pengelolaan Prospek
Kini agen AI mampu mendefinisikan ulang penjualan B2B di lini depan. Agen AI dapat menafsirkan sinyal pembeli, mengambil wawasan kontekstual, dan menyarankan langkah terbaik secara real time. Contohnya, sebuah perusahaan teknologi B2B menggunakan AI-powered Business Development Representative untuk mengelola prospek awal secara otomatis. Proses dimulai dari lead scoring, dan kemudian mengidentifikasi prospek yang paling potensial. Setelah itu, Agen AI membuat email personalisasi berbasis data histori pembelian, tren penggunaan, hingga minat yang terdeteksi.
Hasilnya, tingkat respons naik 6 persen. Tak hanya itu, agen AI dapat terus melanjutkan percakapan, menjawab pertanyaan, mengatasi keberatan, hingga menjadwalkan pertemuan. Setelah prospek memenuhi syarat, barulah agen AI menyerahkan ke tenaga penjual manusia, lengkap dengan riwayat percakapan yang sudah tercatat di CRM. Kombinasi skala prioritas yang cerdas, personalisasi berbasis data dan manajemen percakapan real-time itu diproyeksikan menghasilkan tambahan pendapatan tahunan USD50 juta atau Rp820 miliar.
Perencanaan Penjualan dan Interaksi Pelanggan
Dalam fase penjualan, agen AI dapat mempercepat implementasi dan memastikan kepatuhan. Tugas yang biasanya makan waktu lama seperti pembuatan penawaran harga atau proposal kini bisa diotomatisasi dan disesuaikan dengan kebutuhan pembeli. Menurut survei McKinsey B2B Pulse, kapabilitas itu sangat bernilai terutama di industri dengan portofolio produk kompleks, seperti konstruksi, perkapalan, atau bahan kimia.
Contoh nyata, sebuah perusahaan manajemen kekayaan di Amerika Utara menggunakan agen AI untuk menyusun ringkasan pelanggan dengan menggabungkan data CRM dan sumber eksternal. Hasilnya, waktu persiapan rapat berkurang lebih dari 30 persen, pendapatan meningkat 6 persen, dan agen AI mampu mengidentifikasi pola kebutuhan klien yang sering luput dari pengamatan manusia.
Retensi Pelanggan dan Pertumbuhan
Manfaat agen AI tidak berhenti pada proses akuisisi tetapi juga memperkuat retensi pelanggan. Sebuah perusahaan teknologi menemukan bahwa agen customer experience berbasis AI dapat menyelesaikan 85 persen pertanyaan pelanggan bahkan yang bersifat kompleks dan butuh interpretasi konteks. Dampaknya, waktu penanganan turun 65 persen, sehingga customer service reps dapat lebih fokus pada kasus eskalasi yang benar-benar.
Selain itu, Agen AI mampu menjadi agen onboarding (memandu klien baru), maupun churn-prevention agent (mencegah pelanggan berhenti). Alih-alih sekadar memprediksi risiko churn, agen AI dapat menyusun langkah mitigasi dan segera mengeksekusinya, menciptakan siklus umpan balik berkesinambungan antara AI prediktif dan agen AI.
Perubahan Metrik dan Peran dalam Tim Penjualan
Transformasi itu menuntut perusahaan mendefinisikan ulang cara mengukur kinerja. Metrik baru yang relevan meliputi:
- customer engagement metrics yaitu skor sentimen, volume interaksi per kanal, dan biaya akuisisi
- Agent-specific metrics yaitu kualitas percakapan, tingkat drop-off, akurasi respons, kepatuhan pada standar risiko
- Technical metrics yaitu waktu respons, kemampuan menyelesaikan percakapan multi-turn, deteksi halusinasi, efisiensi memori, dan penggunaan token.
Selain itu, peran manusia juga akan berubah. Profesi Account Manager bergeser dari eksekusi taktis ke pembangunan hubungan dan pengaruh pada pengambil keputusan. Kemudian, Business Development Manager akan lebih berfokus pada supervisi agen dan optimasi proses ketimbang prospeksi manual.
Dengan demikian, tim sales manusia akan semakin dihargai atas kekuatan khas manusiawi yaitu kecerdasan emosional, kemampuan membangun kepercayaan, dan navigasi dalam kompleksitas. Meskipun masih dalam tahap awal, agen AI akan menjadi lompatan produktivitas terbesar dalam penjualan sejak lahirnya CRM.
Perusahaan yang mampu mengintegrasikan kemampuan agen AI ke dalam fungsi penjualannya akan melesat lebih cepat dibandingkan pesaing yang masih terjebak dengan alur kerja manual. Seperti halnya teknologi besar lain, peluang terbesar bukanlah menggantikan manusia, melainkan membentuk kolaborasi baru antara manusia dan mesin untuk meningkatkan peran, kinerja, sekaligus redefinisi tujuan.