IBM: CEO Indonesia Agresif Adopsi AI Meski Dihadang Tantangan Bisnis

Kini CEO di Indonesia menempatkan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan sebagai prioritas utama untuk mendorong efisiensi, produktivitas, dan keunggulan kompetitif perusahaan.

Hal itu terungkap dalam studi global terbaru yang dirilis oleh IBM Institute for Business Value, yang menyoroti komitmen kuat para pemimpin bisnis di tengah ketidakpastian ekonomi dan percepatan transformasi digital.

Studi itu melibatkan 2.000 CEO di seluruh dunia, termasuk dari Indonesia. Hasilnya, perusahaan berlomba-lomba mengucurkan dana investasi lebih dari dua kali lipat untuk pengembangan teknologi AI dalam dua tahun ke depan. Laporan itu juga mengungkapkan sebanyak 61% responden CEO sedang mengadopsi agen AI secara aktif dan akan melakukan implementasi berskala besar.

“Perusahaan-perusahaan di Indonesia telah mengikuti tren dan inovasi AI sambil menyeimbangkan kebutuhan para pemangku kepentingan,” ujar Juvanus Tjandra, Managing Partner IBM Consulting Indonesia.

Namun, adopsi AI memang bukan tanpa tantangan. Hanya 27% dari inisiatif AI di Indonesia yang dilaporkan berhasil memberikan return on investment (ROI) sesuai harapan, meski angka itu merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Tak itu, hanya 15% CEO telah menerapkan AI secara menyeluruh di seluruh organisasinya.

Studi IBM itu juga menyoroti pentingnya pondasi data untuk mendukung pemanfaatan AI. Sebanyak 77% CEO Indonesia menilai arsitektur data yang terintegrasi lintas fungsi sebagai kunci keberhasilan, sementara 67% menyebut data internal perusahaan sebagai sumber utama nilai dari teknologi generative AI (GenAI).

“Masa bereksperimen telah selesai. Kini, organisasi-organisasi di Indonesia memiliki kesempatan berinvestasi AI untuk mendorong efisiensi dan peningkatan produktivitas,” ujar Juvanus.

“Pemanfaatan AI yang didukung oleh data internal perusahaan dan peningkatan keterampilan talenta yang ada saat ini akan menjadi keunggulan kompetitif yang sulit ditiru oleh para competitor,” ucapnya.

Kesenjangan Keterampilan dan Tantangan Sumber Daya Manusia

Seiring meningkatnya adopsi AI, persoalan kesiapan tenaga kerja juga menjadi perhatian. Sekitar 35% CEO Indonesia menyatakan bahwa tenaga kerja mereka membutuhkan pelatihan ulang atau peningkatan keterampilan dalam tiga tahun ke depan. Solusinya, 67% CEO Indonesia akan memanfaatkan otomatisasi sebagai solusi atas kesenjangan kompetensi.

Kepercayaan pelanggan juga menjadi aspek yang semakin krusial. Sebanyak 70% CEO Indonesia mengakui bahwa menjaga kepercayaan pelanggan berdampak lebih besar terhadap bisnis mereka dibandingkan sekadar memperkenalkan fitur baru pada produk dan layanan.

Dorongan Inovasi Meski Minim Kepastian

Menariknya, 73% CEO Indonesia sangat ingin berinvestasi pada teknologi baru termasuk AI meski belum memahami sepenuhnya manfaatnya. Mereka juga menuntut fleksibilitas anggaran yang lebih besar untuk mengeksplorasi peluang digital jangka panjang.

Secara global, para CEO juga menyoroti pentingnya kepemimpinan strategis dan talenta digital sebagai faktor kunci sukses transformasi AI. Sebanyak 69% CEO global menilai bahwa organisasi mereka membutuhkan pemimpin yang memahami strategi sekaligus memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan penting. Sementara itu 67% CEO mengungkapkan bahwa keunggulan kompetitif ditentukan oleh keahlian yang tepat pada posisi yang tepat.

Studi IBM itu mempertegas bahwa AI bukan lagi sekadar tren teknologi, melainkan elemen strategis yang harus diintegrasikan secara serius dalam model bisnis modern termasuk di Indonesia.

Tantangan memang ada, mulai dari ROI, kesiapan talenta, hingga keterbatasan kolaborasi lintas fungsi. Namun, bagi para CEO visioner, inilah saatnya untuk bergerak cepat dan tepat agar tidak tertinggal dalam peta persaingan industri berbasis AI.

Baca Juga